Data yang diperoleh dari GFK, Indonesia memiliki total penjualan smartphone di tanah air mencapai angka 7,3 juta unit, atau dua per lima dari jumlah total penjualan di Asia Tenggara, dengan angka sebesar itu tentu Indonesia menjadi sebuah negara dengan potensi smartphone yang sangat besar

lalu yang menjadi pertanyaan: Dengan semua potensi yang ada mengapa seri smartphone terbaru lebih lama masuk pasar indonesia ?


Sertifikasi dan Lokalisasi

Faktor utama dalam hal ini adalah sertifikasi. Untuk menjelaskan tentang hal ini, nampaknya video wawancara Hugo Barra selaku vice president international Xiaomi dengan para penggemar produk Xiaomi di bawah ini dapat menjawab beberapa poin tentang proses sertifikasi smartphone pada sebuah negara.



Di dalam video, Hugo menerangkan bahwa pihak Xiaomi sangat ingin memasukkan berbagai perangkat yang mereka punya ke dalam setiap negara di dunia. Namun, faktor utama yang menghalangi hal tersebut adalah proses sertifikasi. Semua perangkat elektronik yang masuk ke sebuah negara, harus melewati proses sertifikasi oleh badan sertifikasi terkait. Di Indonesia, badan ini dinamakan Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika atau yang biasa disebut sebagai Ditjen Postel

Hugo juga menambahkan, bahwa proses ini dapat memakan waktu yang sangat lama dan biaya yang sangat mahal sehingga Xiaomi harus memperhitungkan apakah biaya untuk mengedarkan sebuah produk di dalam satu negara setimpal dengan hasil yang akan mereka peroleh nantinya. Selain itu, setiap produk dalam hal ini smartphone, yang masuk ke dalam sebuah negara harus dimodifikasi terlebih dahulu dalam berbagai hal seperti sistem software atau modul radio jaringan agar dapat berjalan di negara tersebut.

Misalnya di Indonesia, Xiaomi memerlukan waktu tambahan untuk membuat sebuah sistem operasi yang relevan bagi masyarakat Indonesia: sebuah sistem operasi yang sudah dilokalisasi agar dapat dimaksimalkan penggunaannya di Indonesia. Dalam hal modul jaringan, bagi negara seperti Indonesia yang sudah menganut jaringan global, mungkin hal ini bisa dilewati dan produsen seperti Xiaomi hanya perlu menyesuaikan pengaturan dengan operator yang ada di negara tersebut. Namun tetap saja, hal ini membutuhkan kerjasama dengan pihak operator dan membutuhkan dana serta waktu tambahan. Hal lainnya mengenai lokalisasi ini meliputi hal-hal kecil seperti packaging dan pembuatan buku petunjuk.

Lalu kenapa merek besar seperti Samsung, Sony, dan LG bisa menghadirkan perangkat baru lebih cepat di Indonesia?

Menyangkut masalah sertifikasi, Samsung, Sony, dan LG adalah pemain lama elektronik di Indonesia. Sebelum memproduksi smartphone, kedua merek ini dikenal sebagai pembuat produk elektronik rumah tangga seperti lemari es, mesin cuci, dan TV. Hal ini tentunya akan sangat berpengaruh dalam memudahkan mereka membawa produk smartphone ke Indonesia.

Hasil berjualan elektronik di Indonesia setelah sekian lama bukan hanya keuntungan materil, namun juga keuntungan hubungan dengan pemerintah Indonesia dalam hal ini instansi sertifikasi Ditjen Postel. Hal ini merupakan sebuah keuntungan sendiri bagi merek-merek tersebut. Hal ini dibuktikan dengan cepatnya produk baru yang mereka miliki beredar di pasar Indonesia.


Service Center



Hal kedua yang membuat peredaran sebuah smartphone terhambat di Indonesia adalah adanya Peraturan Menteri Perdagangan pada Pasal 2 ayat (1) 19/M-DAG/PER/5/2009 yang menyatakan bahwa:

Setiap produk telematika dan elektronika yang diproduksi dan/atau diimpor untuk diperdagangkan di pasar dalam negeri wajib dilengkapi dengan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan (garansi purna jual) dalam Bahasa Indonesia.

Jika produsen tidak mematuhi peraturan ini, maka produk yang mereka jual akan dinilai sebagai sebuah barang tidak resmi atau lebih sering disebut sebagai barang black market dan dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.

Hal ini dirasa langsung oleh produsen smartphone terbesar dunia: Apple. Mereka sampai saat ini tidak mempunyai service center resmi di Indonesia, oleh karena itu mereka tidak menjual smartphone yang mereka miliki secara resmi di sini. Apple hanya menjual produk mereka melalui distributor pihak ketiga untuk produk Mac, iPhone, iPad, dan lainnya serta operator telekomunikasi untuk perangkat iPhone dan iPad.

Hal ini tentunya akan berimbas langsung kepada lamanya proses sertifikasi. Ketika membawa sebuah produk ke dalam sebuah negara, yang membuat permohonan sertifikasi adalah yang akan menjual produk tersebut. Kembali menyinggung hal yang sudah disebutkan pada poin pertama, faktor biaya dan waktu adalah yang menghalangi distributor pihak ketiga dan operator telekomunikasi untuk menghadirkan - dalam hal ini - produk Apple ke Indonesia.

Xiaomi masih lebih baik. Meskipun melakukan penjualan melalui pihak ketiga yaitu website e-commerce Lazada, mereka masih berusaha membangun beberapa service center resmi di Indonesia. Hal ini tentunya akan berdampak positif di masa yang akan datang ketika Xiaomi merilis produk baru.

Dengan dukungan lokalisasi yang mulai digalakkan, bukan tidak mungkin Xiaomi dapat merilis produk terbaru mereka pertama kali di Indonesia seperti yang dilakukan BlackBerry ketika merilis produk mereka Bold 9790 secara eksklusif pertama kali di Jakarta. Hal itu dapat terjadi karena BlackBerry menyadari potensi pasar Indonesia dan langsung mengerahkan waktu dan biaya untuk mematuhi peraturan pemerintah Indonesia.

Post a Comment

 
Top